Euforia Hubungan Asmara
Masa muda terkadang menjadi masa pergolakan identitas diri. Masa di mana sulit sekali untuk membendung, menahan ataupun menghindar diri dari marabahaya Walaupun sudah tau hukum dan karma akan menimpa. Gejolak itu bernama gejolak Euforia Cinta Asmara. Penulis pernah merasakan gejolak dan musibah di mana saat waktu Sekolah Menengah Atas (SMA) menjalin hubungan asmara alias pacaran.
Rasa orang pacaran saat itu seperti iron man yang menggugah hasrat. Rasa bahagia yang berasal dari hal-hal yang kecil seperti, “sudah makan belum mas, jangan lupa belajar yang semangat, semoga mimpi indah ya mas, jaga kesehatan jangan sampai sakit, cintaku hanya untuk kamu saja”. Dari untaian kata kata manis itu membuat pasangan semakin bergejolak dan menggila diri. Walaupun hujan deras, petir menggelegar alias cuaca ekstrim, ketika Si Doi meminta jemputan, minta makanan, pasti badai pun dihadapi.
Tidak sadar diri pada waktu itu membahayakan nyawa diri sendiri, secara tidak langsung perasaan membungkam logika seseorang. Tidak hanya sekedar itu, hubungan asmara sering berujung pada kekerasan, pertengkaran sampai pada merenggut nyawa. Berdasarkan data pada tahun 2018 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyebutkan ada 42,7 % Perempuan yang belum menikah mengalami kekerasan, 34,4 % kekerasan seksual, 19,6 % kekerasan fisik dan ada 10.847 pelaku kekerasan di mana 2.090 pelaku adalah pacar. Berbagai kasus di atas sebagai bukti autentik maraknya hubungan asmara kawula muda sebagai salah satu sebab terbungkamnya logika seseorang.
***
Tokoh Filsuf terkenal dalam ahli matematika dan logika, Bertrand Russel pernah berkata: “Banyak orang akan cepat mati daripada berpikir”. Dari ucapan itu ada relevansi dengan kasus di atas. Banyak manusia yang malas mengoperasikan otaknya sehingga banyak yang tenggelam dalam masalah, mengikuti hawa nafsu yang bergejolak. Secara sederhana masalah bisa terselesaikan dengan menggunakan nalar logika yang rasional, termasuk problematika hubungan asmara.
Menurut Jean Oesteria dalam what Is logic and why Should We Study Logic menyatakan bahwa kerja nalar yang baik dan pemanfaatan logika, setiap pasangan dapat lebih baik mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Karena banyak pasangan muda-mudi baik remaja ataupun Mahasiswa yang menghiraukan logika dalam hubungan asmara. Dampak dari itu pasti terjadi hubungan asmara yang tidak sehat alias sakit. Di sini penulis mencoba untuk merefleksikan diri dan memberi edukasi bagaimana langkah pengambilan keputusan yang sehat dalam euforia menjalin hubungan asmara dan menyakinkan jodoh.
Urgensi Logika Dalam Romantisme Asmara
Banyaknya pasangan yang menjalin hubungan asmara bertahun-tahun sampai menuju moment perjodohan tidak sedikit yang kandas di tengah jalan, depresi, sakit hati, putus harapan dan hilang semangat hidup adalah fenomena gejala psikologis para pasangan. Menurut Ronald C. Pine dalam bukunya “Essential Logic“ bersepakat dengan pernyataan Jean Oesteria, “Dengan logika, kamu bisa mengetahui jalur mana kamu berada, kamu bisa memilih untuk berhenti atau melanjutkanya. Apabila kamu hanya mengandalkan perasaan saja akan tahu kesalahan apa yang sudah kamu perbuat,” ungkap Pine.
Dalam narasi ungkapan tokoh di atas, logika berfungsi sebagai stimulus untuk berpikir jernih dan objektif dalam menentukan keputusan untuk menemukan jalan yang tepat. Semisal, ada kasus di mana perempuan sedang sibuk dengan tugas akhir dan fokus untuk menyelesaikannya, datang laki-laki yang juga masih status kuliah untuk menyatakan segera menikahinya.
Di sinilah perasaan dan logika teruji apakah akan menyelesaikan tugas atau mengiyakan untuk mensegarakan menikah. Fakta terjadi sebagain pasangan memilih untuk menikah. Di tengah jalan, target tinggal selangkah menjadi ambyar, tidak kosentrasi dan pada pada akhirnya tidak bisa menyelesaikan masa kuliahnya. Studi kasus di atas penulis tidak menggeneralistikan bahwa semua terjadi dampak seperti itu.
***
Dari kejadian tersebut kalau seandainya pasangan bersangkutan lebih berpikir rasional dengan logika yang tepat, maka akan memilih jawaban untuk komitmen menyelesaikan masa kuliahnya. Di mana parameter adalah soal masa depan dan tanggung jawab akademik yang harus diselesaikan. Sehingga bisa memberikan jawaban atau hasil yang membahagiakan untuk orangtua. Beban pun akan terasa lebih ringan ketika target dikerjakan dengan fokus.
Urgensi logika selanjutnya sebagai pemaksimalan berpikir kritis atau rambu-rambu kedewasaan diri. Francis Bacon pernah mengukapkan: “Critical Thinking is a desire to seek, patience to doubt, fondness to meditate..”. Dalam hal ini, ketika logika dan pikiran yang kritis maka tidak akan mengambil langkah atau tindakan yang di luar akan sehat. Artinya akan memilih dan menyakinkan pasangan kita dengan lebih matang penuh kedewasaan bukan keanak-anakan.
Seandainya, dalam menjalin hubungan asmara sudah lama dan di tengah jalan banyak rasa sakit hati, ketidakcocokan, sudah tidak harmonis, sering bertengkar membuat mental down atau broken heart, sedangkan di awal sudah komitmen akan menikah, lalu bagaimana langkahnya?
Maka langkah terbaik dan cerdas dengan mendialogkan pendekatan kedewasaan, hadirkan orang ketiga sebagai kepercayaan bisa memberikan nasehat. Dalam hal ini bisa sahabat, keluarga atau teman, jangan egois alias emosi saling menyalahkan. Bagaimana kalau kejadiannya memutuskan untuk tidak melanjutkan dan si fulan memaksakan diri dengan membuat ancaman membahayakana keluarganya. Kalau dalam keadaan seperti ini, maka tanpa dipikir panjang ketika logika yang bermain akan menjawab dengan tegas untuk tidak melanjutkan hubungan karena sudah terekam akan membahayakan diri.
Jika kasus di atas mengedepankan perasaan yang timbul rasa takut berlebihan, kasihan dan campur aduk. Kondisi tersebut justru menjadi hubungan yang tidak sehat. Stephanie Ortigue seorang Profesor dari Syracuse University mengatakan, jatuh cinta membuat otak manusia mengalami euforia seperti kecanduan kokain. Cinta berlebihan terkadang menuntut orang orang sulit untuk berpikir logis, otaknya terkontaminasi, terisolasi hal-hal yang tak logis.
***
Seiring berjalan waktu, orang yang sedang merasakan nikmatnya euforia akan berkurang rasa hormon cintanya. Hal ini disebabkan beragam faktor. Bisa karena apa yang terjadi di lingkungan pasangan tersebut dan baru menyadari bahwa jalinan asmaranya tidak sehat. Ketika kesadaraaan itu muncul, lakukankanlah dengan maksimal daya nalar dengan memperankan berpikir logis, kritis dan penuh kedewasaan. Untuk meminimalisir tindakan atau keputusan yang kurang tepat dalam menjalin hubungan asmara yang sehat, maka kedepankanlah peranan akal dalam hal ini kerangka logika dan berpikir kritis sebagai jalan pengkontrol pengambilan kebijakaan yang sehat dan tepat.
Lahir di Brebes, 28 Oktober 1998 . Sekolah Dasar ditempuh di MI Muhammadiyah Manggis ,Brebes (2010 ) , SMP Muhammadiyah 2 Sirampog ,Brebes (2013), SMK Muhammadiyah 1 Sirampog ,Brebes (2016 ) . S-1 Di Universitas Muhammadiyah Surakarta ( UMS ) dan S-2 Administrasi Pendidikan UMS .Pernah menjabat sebagai Ketua umum PR IPM SMP Muhammadiyah 2 Sirampog, Ketua Umum Pramuka SMK Muhammadiyah 1 Sirampog, ketua Umum forum Anak Sirampog , Ketua Umum PK IMM Muhammad Abduh FAI UMS Cabang Sukoharjo,cKetua Umum PC IMM Sukoharjo 2021. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Beprestasi UMS , dan Ketua Koordinator Umum Beasiswa BUMITA UMS. Saat ini mengajar di SMK Muhammadiyah 5 Surakarta. Akun Sosial Media Instagram @Adam-Dahlanisme.
Dibaca:
18