HM Hochschule Munchen, sebuah universitas di kota Munich, Jerman selatan, telah meminta maaf kepada dua mahasiswa Muslim atas perilaku diskriminatif selama ujian online. Permintaan maaf dikeluarkan menyusul insiden tersebut, yang kemudian memicu kecaman luas di media sosial (medsos).
HM Hochschule Munich mengatakan di Twitter bahwa mereka dengan tulus meminta maaf kepada siswa tersebut. Pengawas ujian meminta pasangan tersebut untuk melepas jilbab mereka selama ujian online. Alasannya adalah untuk mengesampingkan kecurigaan penipuan.
“Pakaian agama tidak bisa disamakan dengan aksesoris fesyen biasa, harus ditangani secara berbeda,” kantor berita Anadolu mengutip manajemen universitas pada Minggu (6 Maret 2022).
Kampus juga telah berkomitmen untuk mengubah instruksi kepada direktur ujian untuk memastikan kebebasan beragama dihormati.
Salah satu mahasiswa yang menghadapi praktik diskriminatif ini mengucapkan terima kasih kepada para pengguna media sosial (medsos) atas dukungannya melalui akun Instagram @_kb.ra. Selain itu, ia mengkritisi manajemen kampus yang terlambat merespons kejadian tersebut.
Dia menggarisbawahi mahasiswa Muslim akan melanjutkan upaya mereka sampai manajemen universitas memastikan perlakuan yang sama dan mengakhiri praktik tindakan diskriminatif. “Kami tidak akan berhenti sampai kami mendapatkan keadilan,” katanya di akun Instagram.
Meskipun konstitusi Jerman menjamin kebebasan beragama, umat Islam terutama perempuan berjilbab sering menghadapi praktik diskriminatif dalam pendidikan dan pasar tenaga kerja. Negara ini menjadi saksi meningkatnya rasialisme dan Islamofobia dalam beberapa tahun terakhir.
Peningkatan tersebut didorong oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan partai sayap kanan alternatif untuk Jerman (AfD). Padahal, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Di antara hampir 5,3 juta Muslim di negara itu, tiga juta di antaranya berasal dari Turki.