Jakarta – Nama Tri Mumpuni tercantum dalam daftar ilmuwan muslim paling berpengaruh di dunia di laporan The World’s 500 Most Influential Muslims 2021. Namanya bersanding dengan 21 ilmuwan muslim dari penjuru dunia yang dirilis The Royal Islamic Strategic Studies Centre.
Seperti apa sosok Tri Mumpuni?
Tri Mumpuni yang lahir di Semarang pada 6 Agustus 1964 adalah ilmuwan pembangkit listrik tenaga mikro hidroelektrik. Ilmunya sudah diterapkan di 65 desa seluruh Indonesia dan satu desa di Filipina melalui Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA).
Perempuan yang dijuluki Wanita Listrik ini mendapat penghargaan Ashden Awards 2012. Dia juga disebut dalam pidato Presiden AS ke-44 Barack Obama di Presidential Summit on Entrepreneurship, yang merupakan pertemuan wirausaha negara muslim, pada 27 April 2010.
Dikutip dari detik finance, Tri kerap diajak suaminya untuk melihat potensi air sebagai pembangkit listrik. Saat itu suaminya sedang membangun pembangkit kecil 13 KW di desa Subang dengan 144 KK. Saat akhirnya listrik berhasil masuk, Tri mengaku merinding.
“Pas listrik menyala mereka akan berteriak Allahu Akbar. Saya sering merinding di tengah tengah penduduk di daerah terpencil bahkan kadang di tengah hutan pada waktu itu yang gelap gulita tiba tiba terang oleh listrik yang kita bangun,” kata Tri.
Tri Mumpuni menuturkan, kunci keberhasilan listrik di daerah terpencil adalah menganggap listrik sebagai modal sosial bangsa. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah alat untuk pemberdayaan masyarakat bukan mencari uang.
“Saya katakan pendekatan kita membangun listrik adalah modal sosial rakyat. Rakyat rela bekerja tanpa dibayar karena memang mereka sadar kemanfaatan yang akan mereka peroleh. Dengan cara ini, maka fasilitas yang dibangun akan berkelanjutan,” jelas Tri Mumpuni.
Pelaksanaan pembuatan fasilitas listrik ini tidak mudah jika dihadapkan dengan sistem pembiayaan di Indonesia. Sistem business as usual tidak memungkinkan adanya proses pemberdayaan masyarakat. Dengan sistem ini masyarakat menjadi objek yang harus disuapi.
Artinya, Indonesia perlu terobosan untuk mendukung Nawacita yang mengharuskan pembangunan dari pinggiran. Terobosan ini merupakan kesempatan emas bagi rakyat desa untuk hidup makmur dengan mudah. Mereka yang lebih mampu harus menjadi fasilitator agar orang desa mampu membangun dirinya.
“Desa harus punya aset dan rakyat dengan sendirinya akan punya cash basis. Saya tidak asal ngomong, karena saya sudah membuktikan hal ini sangat mungkin, betul betul sangat mungkin,” kata Tri Mumpuni.
sumber : detikcom