JAKARTA – Letnan Dua (Letda) Ajeng Tresna Dwi Wijayanti menjadi salah satu prajurit TNI Angkatan Udara (AU) yang cukup diperhitungkan.
Kendati kedinasannya bersama TNI AU terbilang belum lama, Ajeng telah membuat masyarakat Indonesia menaruh perhatian besar kepada dirinya.
Bagaimana tidak, perempuan kelahiran Jakarta, 25 September 1995 itu berhasil mencatatkan prestasi bahkan sejarah baru bagi keluarga besar Swa Bhuwana Paksa.
Ya, Ajeng berhasil menorehkan tinta emas sebagai perempuan penerbang pesawat tempur pertama di Indonesia.
Prestasi ini belum pernah ditorehkan sama sekali oleh para pendahulunya dalam hal mengawaki pesawat tempur.
Pada 18 Mei 2020, lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 2018 ini dilantik sebagai calon fighter oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI (Purn) Yuyus Sutisna kala itu.
Sebetulnya, keberhasilan Ajeng meraih prestasi ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Ia lalui dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.
Perjuangan itu dimulai ketika dirinya tertarik menggeluti dunia kemiliteran. Tepatnya pada saat menjalani pendidikan semi militer dalam Pasukan Pengibar Bendera (Paskibraka) di SMAN 51 Jakarta.
Ketika menempuh pendidikan, ia pernah mewakili sekolahnya dan Provinsi DKI Jakarta sebagai anggota Paskibraka tingkat nasional pada 2011.
Ajeng bertugas sebagai pengibar dan penurun bendera Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta.
Karena kecimpungannya bersama Paskibraka, Ajeng kian membulatkan tekadnya untuk masuk TNI.
Pada 2013, datanglah sebuah tawaran untuk mengikuti tes Akademi Taruna TNI Angkatan Darat (AD) dan TNI AU. Namun, ia lebih memilih TNI AD. Segala proses pun dilewatinya untuk bisa bergabung dengan TNI AD.
Sayang, nasib berkata lain, ia gagal memenuhi impiannya untuk bisa masuk TNI. Kegagalan ini pun sempat membuat Ajeng merasa down.
“Saya daftar AD duluan. Tapi saya gagal. Jadi tahun 2013 saya pertama kali daftar gagal,” ujar Ajeng ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (20/4/2021).
“Sempat stres saat itu,” tuturnya.
Tak mau bersedu sedan dengan keadaan tersebut, Ajeng pun mencoba bangkit. Rasa kepercayaan dirinya untuk bisa masuk TNI kembali tumbuh berkat dukungan orangtua hingga sanak saudara.
Pada 2014, tawaran untuk mengikuti tes kembali menghampirinya dari TNI AD dan TNI AU. Kali ini, ia mencoba peruntukannya di TNI AU.
Berbeda dengan tes pertama, Ajeng kali ini telah mempunyai modal dengan persiapan penuh agar bisa bergabung TNI.
Seleksi pun dijalaninya. Berkat kesiapannya yang lebih matang, Ajeng pun dinyatakan lulus. Keberhasilan ini secara tidak langsung mengikuti jejak sang Ayah, Kolonel Sus Prayitno, yang juga prajurit TNI AU.
Tak seperti yang dibayangkan Ajeng, ternyata perjuangan sesungguhnya adalah ketika diterima sebagai prajurit TNI AU.
Ajeng pun terus memompa semangat perjuangannya ketika menjalani pendidikan di AAU Yogyakarta selama empat tahun. Berhasil merampungkan pendidikannya dengan baik, Ajeng kemudian dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada 2018.
Setelah dilantik, Ajeng selanjutnya melanjutkan pendidikan dengan mengikuti sekolah penerbang di AAU Yogyakarta. Di sini, ia ditempa mulai dari potensi, akademia, hingga jasmani selama 1,5 tahun.
Setelah itu, ia dinyatalan lulus dengan menyandang predikat sebagai perempuan penerbang tempur pertama dalam sejarah TNI AU.
Dari Skadron 15 ke Skadron 17
Petualangan Ajeng kemudian dilanjutkan dengan menjalankan tugasnya di Skadron 15 Lanud Iswahjudi Magetan, Jawa Timur. Skadron ini merupakan Satuan Tempur di bawah Komando Wing Tempur 300.
Di sini, ia ditempa sebagai penerbang tempur. Ia melahap segala ilmu pengetahuan mengenai pesawat tempur.
Namun, pengabdiannya di Skadron 15 tak berlangsung lama. Hanya tujuh bulan lamanya.
Pada Desember 2020, ia kemudian digeser ke Skadron 17. Skadron 17 merupakan Skadron VIP/VVIP pesawat kepresidenan.
Skadron ini berada di bawah naungan Wing Udara 1 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Di sini, Ajeng ditempa untuk menjadi calon kopilot yang akan membawa pesawat Boeing kepresidenan. Kesempatan untuk membawa pesawat ini terbuka lebar.
Mengingat, ia menjadi satu-satunya perempuan yang diproyeksikan akan menjadi kopilot. Hal ini seperti yang terjadi ketika dirinya didapuk sebagai perempuan pertama penerbang tempur.
“Selama ini belum ada. Saya saja,” kata Ajeng.
Namun demikian, untuk bisa menyandang status kopilot, Ajeng harus melewati tahap yang tak boleh dilewatkan. Yakni menggeluti ilmu pengetahuan mengenai pesawat Boeing.
Menurut Ajeng, pesawat ini mempunyai tipikal yang sangat berbeda dibanding pesawat tempur yang notabene lebih agresif namun mudah dikendalikan.
Saat ini, Ajeng tengah menjalani simulator yang dijadwalkan akan berakhir pada Mei 2021.
Simulator ini penting dilaluinya guna mendapatkan modal transisi dari pesawat tempur ke pesawat Boeing.
“Saya enggak mungkin dong tiba-tiba langsung ke pesawatnya (Boeing). Ada prosesnya. Tapi kelak ke depan semua diproyeksikan untuk menerbangkan pesawat tersebut,” ucap Ajeng.
Berbagi pengalaman
Keberhasilannya merealisasikan impiannya ternyata tak membuat Ajeng lupa diri. Ia kerap kali membagikan pengalamannya kepada mereka yang hendak mengikuti jejaknya alias tes bergabung di TNI.
Ia mengatakan, tak sedikit orang yang akan masuk TNI tidak mempersiapkan diri dengan matang. Hal ini juga yang dialaminya ketika gagal mengikuti tes pertama masuk TNI.
Karena itu, ia selalu berusaha membagikan pengalaman kepada mereka agar sebisa mungkin pemikiran prematur ketika masuk TNI terkikis. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa pemikiran yang tak terbuka justru bisa menjadi penghalang.
“Makanya saya sekarang selalu memberikan masukan supaya mereka benar-benar berjuang. Agar, pemikiran ‘oh enak gabung TNI’ itu hilang. Tapi yang harus diperhatikan, mau enggak jalani prosesnya, itu yang penting,” kata Ajeng.
sumber : KOMPAS.com