Perempuan biasanya masih terkendala untuk mobilitas karena tersandera pekerjaan rumah tangga yang harus mereka selesaikan.
Perlu kita pahami bahwa pola mobilitas perempuan cenderung berbeda daripada laki-laki. Ia menghadapi beberapa kendala seperti adat dan norma sosial, beban rumah tangga, maupun keamanan sarana transportasi, yang membatasi mobilitas mereka. (D. Dwi Prasetyo, SMERU Research Institute, The Conversation, 2020)
Mengambil Kesempatan dan Memanfaatkan Peluang
Dalam situasi yang tidak tentu di masa pandemi seperti sekarang ini, sosok perempuan sangat penting untuk membantu ketahanan keluarga. Mereka harus belajar mencari peluang dan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin dengan menyesuaikan pekerjaan yang sesuai.
Istri penulis sudah mempraktekkan itu, di tengah pendemi ketika tempat kerja penulis mengalami penurunan dan tidak tentu. Istri pelahan-lahan mengambil kesempatan dan memanfaat peluang demi ketahanan keluarga, salah satunya juga membantu ekonomi keluarga.
Ya, sudah beberapa bulan ini istri memperluas mobilitasnya dengan menjadi guru SD Negeri. Tak berhenti di situ, istri penulis juga juga sudah mulai mengambil kesempatan dengan berjualan kosmetik secara online. Ketika musim panen padi pun istri penulis juga mulai terjun panas-panasan untuk menjemur padi.
Dengan kata lain perempuan tidak hanya sekadar berperan ganda, akan tetapi harus menjalankan multiperan sebagai ibu, istri, pendidik. Sekaligus tulang punggung demi kelangsungan hidup, rumah tangga, dan keluarganya ketika suami kehilangan pekerjaan karena pandemi.
***
Yang jadi masalah kalau perempuan tidak berjuang ingin memperluas mobilitasnya maka peluang akan tertutup. Seperti kita ketahui ada perbedaan gender terhadap pekerjaan itu di Negara Indonesia. Misalnya, peluang bekerja hanya beberapa persen dari 50% milik laki-laki. Di Indonesia, partisipasi pekerja perempuan stagnan pada angka 50% selama 30 tahun terakhir. (Diana Contreras Suárez, Lisa Cameron, The University of Melbourne, The Conversation, 2020)
Padahal menurut salah satu data jumlah perempuan itu lebih banyak daripada laki-laki. Menurut estimasi terbaru oleh Badan Pusat Statistik, separuh populasi Indonesia tahun lalu lebih dari 130 juta jiwa adalah perempuan, sehingga adalah hal yang logis jika semakin banyak perempuan yang terlibat dalam pembangunan ekonomi. (Diana Contreras Suárez, Lisa Cameron, The University of Melbourne, The Conversation, 2020)
Kenapa posisi pekerjaan untuk perempuan sangat masih kurang? Bahkan sekelas badan legislatif pun sangat jarang terisi, baru beberapa tahun ini mulai banyak. Bagaimana pemberdayaan perempuan atau peraturan untuk mobilitas akan berubah lebih baik sementara perempuan sangat sedikit memberikan suara dalam pembuatan peraturan negara.
Aksi Teror Oleh Perempuan
Daripada jihad bom di negara yang damai ini, penulis lebih mendukung perempuan untuk jihad ketahanan keluarga. Bisa jadi selain masalah ideologi teror juga terjadi karena masalah ketimpangan sosial ekonomi dan ketidakadilan.
Maka dari itu kita perlu melihat faktor-faktor lain yang menimbulkan kerentanan radikalisme selain dari menuduh agama. Dalam kasus Palestina, misalnya, Israel dianggap sebagai musuh yang telah merebut wilayah negara mereka. Persepsi ketidakadilan semacam ini memicu kebencian terhadap pihak yang dianggap sebagai “penjahat”. Ketika suatu pihak sudah menganggap kelompok lain sebagai penjahat, maka kekerasan terhadap kelompok itu terlegitimasi. (Joevarian Hudiyana, Universitas Indonesia, The Conversation, 2018)
Mobilitas perempuan juga perlu seperti berorganisasi, tetapi jangan perkumpulan yang tidak bermanfaat untuk negara, misalnya, teroganisir yang tertutup di bidang agama, ini bisa jadi akan menjadi jalan awal salah paham atau pahamnya yang salah, karena menurut riset perempuan rentan terhadap radikalisme.
***
Seperti riset di theconversation bahwa perempuan paling potensial terpapar radikalisme karena mudah mendapat pengaruh dari sekitar. (Dyah Ayu Kartika, Institute for Policy Analysis of Conflict, The Conversation, 2021 ). Walaupun, perbedaan jumlah perempuan dan laki-laki yang terpapar radikalisme dalam riset itu hanya 0.2%.
Riset BNPT pada tahun 2020, perempuan paling potensial terpapar radikalisme. Seperti apa hasil risetnya? Persentase perempuan yang terpapar paham radikalisme mencapai 12,3 persen dan laki-laki sebesar 12,1 persen. Potensi generasi Z (rentang usia 14-19 tahun) terpapar radikalisme mencapai 12,7 persen dan generasi milenial (berumur 20-39 tahun) sebanyak 12,4 persen. (Asumsi.co, 2021)
Pertumbuhan Ekonomi Tambah Pekerja Perempuan
Di beberapa negara jumlah pekerja perempuan lebih sedikit daripada laki-laki. Di Indonesia sendiri banyak perempuan setelah selesai pendidikan mulai bekerja, akan tetapi setelah membangun keluarga mereka lebih fokus untuk keluarga. Beda di negara lain setelah menikah mereka memiliki anak, banyak yang memutuskan untuk berhenti bekerja, tapi tak lama kemudian mereka kembali bekerja. (Diana Contreras Suárez, Lisa Cameron, The University of Melbourne, The Conversation, 2020)
Beberapa solusi agar minat partisipasi perempuan dalam bekerja seperti terlansir The Conversation. Membuat kebijakan yang mendukung pembagian tanggung jawab membesarkan anak, seperti cuti bagi orang tua. Maka akan lebih banyak yang minat untuk bekerja.
Membuat kebijakan hukum tentang pekerjaan paruh waktu bagi perempuan. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia saat ini membatasi pekerjaan fleksibel hanya bagi pekerja kontrak dan pekerja lepas. Memberikan fleksibilitas kerja bagi pekerja penuh waktu, atau memberikan hak-hak pekerja penuh waktu bagi pekerja paruh waktu, akan membantu mereka dalam membesarkan anak sekaligus berpartisipasi di dalam dunia kerja.
Mahasiswa STIT Nusantara Tambun Bekasi, Manajemen Pendidikan Islam
Dibaca:
12