masturah.com, Etin Anwar adalah tokoh feminisme islam, cendekiawan Muslim kelahiran Tasikmalaya pada 4 Agustus 1967. Etin menuntaskan pembelajaran tingkatan sarjana di Jurusan Perbandingan Agama UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Pasca lulus dari UIN Bandung Etin melanjutkan Program Master bidang Islam Studies di McGill University, Kanada. Periode 1998-2002 Etin bisa menuntaskan program Ph.D. dari Binghamton University Bidang Riset Philosophy, Interpretation, and Culture.
Etin juga aktif pada Associate Professor di Hobart and William Smith Colleges, New York, USA. Dia mempunyai kompetensi besar dalam bidang Islam serta keterkaitannya dalam kasus gender.
Etin memperoleh gelar doctor dari Philosophy Department, Philosophy, Interpretation, and Culture Program di Binghamton University, New York. Dia telah berdomisili di Amerika sepanjang 11 tahun. Etin tiba ke AS setelahs menuntaskan S-2. Setelah itu belajar lagi sepanjang 4 tahun untuk memperoleh pascadoktoral. Sebab terdapat peluang buat mengajar di tempatnya belajar, Etin memutuskan mengajar di AS.
Menjadi Pengajar di Amerika
Dia mengajar di bidang humanity, semacam mengajar mata pelajaran Introduction to Islam. Pengalaman Etin yang unik di kala mengajar tentang Islam terjalin kala terdapat seseorang mahasiswa yang beranggapan bahwa seluruh muslim itu kejam serta penuh kekerasan semacam teroris. Tetapi, setelah satu semester belajar, mahasiswa itu sadar jika anggapan awalnya itu tidak benar.
Sejauh karirnya Etin telah berpengalaman menjadi Anggota Board of Advisor untuk American Institute for Indonesian Studies, Steering Committee untuk Religion and Shoutheast Asia Group dalam American Academy of Religion. Pada 2019 Etin bergabung dengan Center for Theological Inquiry sepanjang satu semester untuk melaksanakan riset tentang Contesting Islamic Violence: The Political Theology of Resistence.
Karya Etin antara lain “Gender and Self in Islam (Routledge, 2006)” serta “The Politics of Gender and the Culture of Sexuality (University Press of America 2014)”.
Dalam pemikirannya, Etin Anwar mengatakan bahwa Feminisme Islam itu berusaha mengeliminasi karakter-karakter yang oppresif dari individual-individual maupun dari sistem. “Mengapa dari individual? Karena sebagai mana kita ketahui, ketika terjadi pemukulan dan kekerasan dalam keluarga, kekerasan dalam ruang publik itu berasal dari orang.”
Perihal itu pula sebab terdapat permissiveness baik itu dari agama, ataupun dari sistem budaya kita. Bagi Etin, “Jika terdapat sesuatu yang tidak diidamkan dalam keluarga, kerap kali yang disalahkan itu pihak perempuannya. Pria dapat pula disalahkan tetapi norma yang ada kerapkali yang disalahkan itu perempuannya.”
Perempuan dalam Konteks Dunia Islam
Dr. Etin Anwar, telah melakukan serangkaian penelitian serius dan mendalam atas isu-isu perempuan dalam konteks dunia Islam. Dalam pemikirannya, dunia Islam pasca Nabi hingga hari ini dunia masih terus memperlakukan wanita selaku ciptaan Tuhan kelas dua serta termarjinalisasi dari segala ruang kehidupannya, dalam negeri ataupun publik. Dia juga berkata, “Wanita tidak memiliki otoritas atas badannya sendiri dalam sistem kehidupan ini. Keadaan ini berlangsung sejauh sejarah peradaban Islam.”
Perspektif patriarkhisme di atas sebetulnya bukan hanya khas Islam, namun timbul dalam seluruh peradaban manusia beratus abad di berbagai belahan dunia. Dia diiringi serta dipertahankan mati-matian oleh para pakar agama, para filsuf, antara lain Aristoteles serta Ibnu Sina, para pemikir serta tokoh-tokoh besar yang lain. Aristoteles, filsuf terbesar sepanjang masa bahkan berkata, “Pria lebih unggul dari wanita secara hakikat.”
Banyak negara masih menganut cara pandang diskriminatif. Bukan hanya negara- negara Islam, melainkan di bermacam negeri sekuler. Pandangan ini terkonstruksi dalam kebijakan publik serta politik, lewat seluruh ketentuan hukum ataupun perundang-undangan serta peraturan-peraturan wilayah.
Dalam pemikirannya Profesor Etin melalui bukunya “Jati Diri Wanita Dalam Islam” melacak sumber-sumber teologis patriarkisme ini dari sudut ajaran ataupun pemikiran agama Islam. Awal mula yang utama, baginya merupakan sumber mitologi tentang penciptaan manusia. Konon, manusia awal merupakan Adam, setelah itu darinya lahir Hawa, bukan kebalikannya. Hawa terbentuk untuk membantunya. Adam unggul secara sosial serta moral. Secara sosial dia merupakan penguasa.
Secara moral Adam lebih unggul sebab Hawa lebih dulu menggodanya sehingga Adam jatuh tersungkur. Tuhan mengutuk Hawa serta memerintahkannya untuk patuh kepada Adam setelah itu memarahi Adam, sebab mencermati Hawa. Cerita ini secara terang-terangan melegitimasi patriarkhisme juga melegitimasi misoginisme. Misoginisme adalah kebencian kepada wanita, mengunggulkan dominasi pria serta mengharuskan wanita untuk taat seluruhnya kepada pria. Cerita mitologi kosmologis ini pada awal mulanya terdapat dalam Bibel. Namun tertulis pula dalam tafsir Al-Qur’an.
Pembentukan Jati Diri Manusia
Etin menguraikan berbagai hal yang menjadi aspek pembentukan jati diri. Antara lain konstruksi etika serta psikologi jati diri yang menjadi jalur pembuka untuk memahami perihal ihwal jati diri, dan landasan berpikir serta persepsi-persepsi manusia mengenai jati diri itu sendiri.
Dalam tradisi filsafat ataupun tasawuf, seluruh isu yang mengulas tentang jati diri senantiasa berkaitan dengan jiwa, ruh, ataupun nafs. Untuk memenuhi uraiannya, Etin mengatakan tentang sisi etis diri baik pria ataupun wanita yang mempunyai ikatan timbal balik satu sama lain.
Etin mengembalikan anggapan kita tentang jati diri, tanggung jawab, dan konsekuensinya selaku makhluk yang bersosialisasi dengan sesama makhluk Tuhan yang lain. Ada pula pertentangan antara mutu, watak bawaan, serta predikat antara pria serta wanita memperlihatkan jika badan pria serta wanita menghadapi peng-genderan yang alamiah dan berbeda.
Kita dapat mengambil poin-poin dengan sangat filosofis secara sistematis. Suatu pemikiran yang layak untuk dinikmati untuk seluruh pembelajar kajian-kajian filsafat Islam, dan kajian gender.
Suatu karya yang sudah diminati oleh banyak sarjana di negara Barat, paling tidak hendak jadi motivasi pula untuk para sarjana serta pengkaji studi-studi keislaman di Indonesia untuk melaksanakan perihal yang seragam sebagaimana yang sudah diawali oleh Etin Anwar. Salah satu gadis terbaik di negara ini yang mempunyai istilah ‘ilmuwan diaspora’. Etin mengajak warga Muslim Indonesia untuk dapat berpikir kritis terhadap isu-isu yang tumbuh, terlebih yang berkaitan dengan isu perempuan serta hak-haknya.
sumber : RahmaID