Muslimah itu bisa kaya. Islam itu mampu dan Islam itu memberi. Contohnya Tety Sofia Nurvitasari
Hidayatullah.com–Setelah lulus kuliah, 1997, Tety Sofia Nurvitasari memutuskan untuk menikah. Tak lama berselang, ijazah sarjananya hilang. Padahal, waktu itu, ada tawaran bekerja sebagai pegawai Pemerintah Daerah (Pemda) setempat di Kota Blitar, Jawa Timur.
“Sejak kuliah saya berpikir untuk tidak bergantung pada suami. Artinya harus bisa mandiri, tetapi pikiran sempit saya bilang tidak bisa bekerja, karena ijazah hilang,” jelas Nur, sapaan akrabnya.
Singkat cerita, 1998, ia akhirnya mencoba berwirausaha mulai dari menjual pakan ternak (polosan), gula pasir, telur, sampai ternak ayam—pertama kali sekitar 1.000 ekor pemberian dari mertuanya. Dua tahun belakangan ini, ia juga menggeluti bisnis properti syariah.
“Soal dagang, saya banyak belajar kepada mertua. Untuk memajukan usaha, saya sering berdiskusi dengan mereka,” beber lulusan Fakultas Manajemen Univertitas Airlangga (Unair Surabaya pada 1996 ini, saat berbincang dengan Suara Hidayatullah, di kantornya Kota Blitar, Jawa Timur, pertengahan September lalu.
Selama 3 tahun berjalan, Nur mampu membeli tanah dan membangun rumah dari keuntungan hasil usaha, yang ia jalankan bersama suami. “Setelah 3 tahun tinggal bersama mertua, alhamdulillah kami ada rezeki untuk membangun rumah sendiri meskipun kecil dan sederhana,” ujarnya.
Kini, seluruh usaha wanita yang sejak SD gemar menyisihkan semua uang sakunya untuk ditabung ini ada di bawah naungan ‘Dinasty Group’. Jumlah total karyawan baik yang di gudang maupun kantor sekitar 80-an orang. Dinasty Group sendiri termasuk distributor pakan ternak (poultry shop) besar di Kota Blitar.
“Yang paling besar mendatangkan keuntungan itu jualan telur. Kisaran tahun 2000 sampai 2010-an penjualan telur itu luar biasa. Setelah itu grafiknya turun sampai sekarang,” ungkapnya.
Bunda Khadijah
“Saya ingin menunjukkan Islam itu kaya. Islam itu mampu dan Islam itu memberi,” kata Nur ketika ditanya apa motivasinya dalam berwirausaha.
Sejak SD, anak pertama dari enam bersaudara ini mengaku selalu berangan-angan ingin menjadi orang kaya dan membantu orang miskin. Ia merasa kasihan melihat anak-anak atau orang-orang miskin. Bahkan, terkadang sampai nangis mengamati kehidupan mereka yang serba kekurangan.
“Saya termasuk orang yang beruntung, karena sejak kecil sampai kuliah disayangi keluarga dan saudara-saudara dekat. Kebutuhan saya selalu terpenuhi,” akunya.
Mimpi untuk menjadi kaya itupun semakin menjadi-jadi untuk segera diwujudkan ketika Nur kuliah. Ia menemukan sebuah buku yang mampu memberikan inspirasi dalam hidupnya. Untuk menjadi kaya salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjadi saudagar sukses.
“Saat kuliah saya baca buku tentang Bunda Khadijah berjudul “Khadijah The True Love Story of Muhammad”, yang menginspirasi saya bahwa menjadi wanita harus belajar dan terus belajar. Jadi, sebetulnya Islam itu bisa. Muslimah juga bisa kaya. Contohnya, ada Ummul Mukminin,” jelas Nur.
Dari situlah, Nur kuliah sambil usaha kecil-kecilan seperti jualan baju Muslim, baju anak-anak, mukena, dan sebagainya. Ia bersyukur keuntungan dapat mencapai 80 sampai 100% waktu itu. Usahanya pun tetap eksis dan semakin berkembang pesat seperti sekarang.. Meski kini produk yang dijual berbeda dengan saat masih kuliah.
“Saya terus berusaha menjaga kepercayaan baik dengan klien maupun pelanggan. Juga selalu belajar menjadi profesional. Step by step,” Nur berbagi tips suksesnya.
Selain itu, Nur melanjutkan, selalu berusaha menepati janji. Ia bercerita, 2001-an dimodali oleh seorang kawan. Nggak sedikit. Ratusan juta. Ia diminta mengelola dan memutarnya. Sampai 2007 kalau dikalkulasikan mencapai sekitar 500 jutaan. “Itu tanpa harus ada kewajiban untuk mengembalikan,” katanya.
“Saya kalau hutang, bayarnya maksimal benar-benar harus sesuai deadline waktu yang diberikan. Tetapi saya selalu berusaha membayar sebelum batas waktunya.”
Sementara kepada konsumen, Nur berusaha memberikan pelayanan terbaik dan semaksimal mungkin. “Intinya, kita melayani sebaik semampunya dan tiada henti untuk terus belajar,” selorohnya menegaskan.
Tobat Riba
Nur menuturkan, kesalahan yang sering terjadi pada seorang pengusaha Muslim adalah minimnya kesadaran diri untuk selalu belajar. Padahal, bagi pelaku bisnis tiada waktu untuk belajar.. Sebenarnya hidup itu belajar. Sampai mati sekalipun dalam hal apapun ilmu itu takkan pernah habis untuk dipelajari.
“Saya pernah mendengar perang yang sesungguhnya adalah perdagangan. Dosa paling banyak, juga ada di perdagangan. Saya sering menangis, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan harta hasil perdagangan selama ini di hadapan Allah SWT,” katanya lirih.
Nur mengaku dalam menjalankan bisnisnya masih jauh dari syariat Islam. Kendati demikian, ia tetap semangat belajar dan berbenah diri.
“Saya pernah pinjam bank. Sejak awal memulai usaha itu sudah pinjam bank. Lalu saya kena tipu 3 puso telur tahun 2004. Kalau sekarang diuangkan sekitar 3 miliar. Saya klenger karena roda keuangan nggak bisa berjalan. Saya diminta sama teman untuk pinjam bank. Saya pinjam ya karena memang belum paham tentang riba pada waktu itu,” kenangnya.
Alhamdulillah, tahun 2013, Nur keluar dari jerat riba. Tobat. Ia benar-benar bersih dari semua hal yang berurusan dengan bank.
“Saya tahu itu salah, maka harus ditinggalkan. Sebenarnya sudah tahu sejak 2012. Cuma tidak bisa langsung berhenti karena ada beberapa tanggungan,” katanya tersenyum.
Selain tobat riba, ia juga memanfaatkan posisinya sebagai pemilik Dinasty Group untuk membina secara tidak langsung kepada karyawan melalui berbagai kegiatan misalnya majelis taklim, belajar tajwid serta tahsin, dan sebagainya. Ia juga tidak pernah bosan mengingatkan karyawannya khususnya pria, agar shalat berjamaah di mushala kantor. Bagi karyawati, ia wajibkan mengenakan hijab selama bekerja.
“Yang emak-emak tukang bersih-bersih, masak, itu masih buka lepas hijab. Kalau karyawati bagian kantor,alhamdulillah semua selalu berhijab. Istiqamah,” tutup Nur
Tonton video Perusahaan Ini Sukses karena Terapkan Manajemen Islami
Rep: Achmad Fazeri
Editor: Bambang S